Di wilayah Desa Limboro Rambu-Rambu terdapat sebuah gua yang dikenal dengan nama Liang, yang dalam bahasa lokal (Mandar) berarti "gua". Situs ini memiliki nilai budaya dan spiritual yang penting dalam kehidupan masyarakat setempat, serta menyimpan kisah yang diwariskan secara turun-temurun.

Menurut penuturan lisan masyarakat, gua ini dulunya menjadi tempat pengasingan seorang perempuan bernama Liwuk, cucu dari To Makaka. Ia merasa tersisih dan mengalami luka batin setelah tidak memperoleh bagian dari daging kerbau dan kue baje dalam sebuah acara adat. Perasaan kecewa yang mendalam membuatnya memilih menjauh dari lingkungan sosial dan mengasingkan diri ke dalam gua. Sejak saat itu, Liwuk tidak pernah kembali, dan keberadaannya tidak lagi terdeteksi secara fisik.

Masyarakat setempat meyakini bahwa Liwuk tidak sekadar menghilang, melainkan telah mengalami peralihan eksistensi menjadi entitas penjaga gaib gua tersebut. Nama Liwuk pun terus dikenang sebagai bagian dari sejarah dan kepercayaan spiritual masyarakat Limboro.

Seiring waktu, Liang ini dipandang sebagai tempat keramat. Pada masa lalu, masyarakat kerap mengunjungi gua ini untuk melakukan ritual, khususnya sebelum memulai kegiatan berkebun. Hingga kini, tradisi tersebut masih dijaga. Setiap orang yang datang berziarah ke Liang diwajibkan membawa telur kampung dan rokok sebagai bentuk persembahan. Persembahan ini tidak dimaksudkan untuk konsumsi oleh makhluk halus yang diyakini mendiami tempat tersebut, melainkan sebagai simbol penghormatan dan penanda kehadiran—bahwa masih ada yang mengingat dan menghargai keberadaan penjaga spiritual di situs-situs sakral seperti ini.

Meskipun belum terdapat data pasti mengenai usia gua tersebut, Liang Liwuk telah menjadi bagian penting dalam struktur spiritual dan warisan budaya masyarakat Limboro, serta menjadi pengingat akan nilai-nilai lokal tentang keterasingan, pengorbanan, dan hubungan antara manusia dengan dunia non-fisik dalam sistem kepercayaan tradisional.